Kerudung atau
Jilbab merupakan kata yang tidak asing lagi diperdengarkan oleh telinga kita
saat ini. Suatu kain yang berfungsi sebagai penutup aurat wanita kini sedang
ramai dipergunakan sebagai trend center dunia fashion. Banyak terdapat
model dan tipe-tipe jilbab disugguhkan kepada wanita muslimah untuk
mempercantik diri. Bahkan sampai diadakan suatu pameran untuk mengenalkan
produk jilbab dengan berbagai model.
Dewasa ini
sering kali kita menjumpai wanita-wanita muslimah yang menggunakan berbagai
model jilbab. Di kalangan mahasiswa, terdapat banyak model jilbab,
seperti jilbab angka sembilan, jilbab arab, jilbab punuk onta dan masih
banyak model jilbab yang lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ketertarikan wanita
muslim untuk mengembangkan fashionnya melalui jilbab. Karena terdapat fenomena,
jilbab digunakan hanya saat mengikuti perkulihan agar terlihat rapi dan elegan
bersama-sama teman kuliah. Lalu setelah selesai mengikuti perkulihan dan sampai
dirumah, kos, atau bermain jilbab sudah tergeletak dan tidak digunakan
lagi.
Minimnya
pengetahuan tentang hakikat menggunakan jilbab serta tuntunan yang diberlakukan
oleh agama islam, membuat wanita-wanita muslim seenakknya mengenakan jilbab.
Pada dasarnya jilbab berfungsi untuk menutup aurat kewanitaan agar terhindar
dari hal maksaiat. Akan tetapi, terkadang saat ini hanya digunakan sebagai
kedok atau identitas bagi wanita-wanita tertentu agar terkesan baik, sopan,
santun, dan berbudi luhur. Dan bahkan hanya dijadikan sebagai trend dan fashion
style saja. Bila fenomena ini terus berkelanjutan, betapa mirisnya kondisi
wanita muslim dan harga diri dari wanita muslim sekarang ini.
Jilbab bukanlah
berarti merendahkan martabat wanita, melainkan meninggikannya serta melindungi
kesopanan dan kesuciannya.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا…
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur:
31)
Maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup seluruh badan
kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Maka, sangat menyedihkan ketika seseorang
memaksudkan dirinya memakai jilbab, tapi dapat kita lihat rambut yang keluar
baik dari bagian depan ataupun belakang, lengan tangan yang terlihat sampai
sehasta, atau leher dan telinganya terlihat jelas sehingga menampakkan
perhiasan yang seharusnya ditutupi.
Namun terdapat
keringanan bagi wanita yang telah menopause yang tidak ingin kawin sehingga
mereka diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya, sebagaimana terdapat dalam
surat An Nuur ayat 60:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian
(jilbab) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku
sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Bijaksana.”
Sebagaimana terdapat
dalam surat An Nuur ayat 31, “…Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya…” Ketika jilbab dan pakaian wanita dikenakan agar aurat dan
perhiasan mereka tidak nampak, maka tidak tepat ketika menjadikan pakaian atau
jilbab itu sebagai perhiasan. Namun, terdapat kesalahpahaman juga bahwa jika
seseorang tidak mengenakan jilbab berwarna hitam maka berarti jilbabnya
berfungsi sebagai perhiasan. Hal ini berdasarkan beberapa atsar tentang
perbuatan para sahabat wanita di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mengenakan pakaian yang berwarna selain hitam. Salah satunya
adalah atsar dari Ibrahim An Nakhai,
أنه كان يدخل مع علقمة و الأسود على أزواج النبي صلى الله عليه و سلم و يرا هن في اللحف الحمر
“Bahwa ia
bersama Alqomah dan Al Aswad pernah mengunjungi para istri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ia melihat mereka mengenakan mantel-mantel berwarna
merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al
Mushannaf)
Dengan
demikian, tolak ukur sebagai perhiasan ataukah bukan adalah berdasarkan
kebiasaan (keterangan dari Syaikh Ali Al Halabi). Sehingga suatu warna atau
motif menarik perhatian pada suatu masyarakat maka itu terlarang dan hal ini boleh
jadi tidak berlaku pada masyarakat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar